Kebijakan Pemerintah yang akan menghapus tenaga honorer pada 28 November 2023 berdampak besar terhadap Kementerian/Lembaga, salah satunya adalah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Sebab, kebijakan tersebut akan menghapus 7.000 pekerja honorer di Bawaslu.
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja angkat bicara mengenail hal tersebut. Ia mengatakan sangat membutuhkan pekerja honorer sebagai pengawas gelaran pemilu karena jumlah staf Bawaslu daerah saat ini sangat terbatas.
Saat ini pekerja honorer di Bawaslu sejumlah 7.000 orang, apabila di pecat semua maka akan tersisa 8-10 orang staf di Bawaslu daerah.
“Bagaimana mungkin kita melibatkan para staf (untuk mengawasi pemilu dan politik uang di masa kampanye) , jika jumlah staf sangat terbatas,” Kata Bagja di Kantor KPU, Jakarta, Jumat (16/6/2023)
Bawaslu sudah mengirimkan surat kepada Menpan-RB untuk memastikan penghapusan pegawai honorer di Bawaslu.
“Kami sudah kirim surat kepada Bapak Azwar Anas (Menpan-RB) beberapa bulan yang lalu namun hingga kini belum ada balasannya”, Terang Bagja.
Bagja berharap pemerintah dapat mempertahankan tenaga honorer Bawaslu karena keberadaaan mereka sangat dibutuhkan untuk mengawasi Pemilu 2024 atau bisa dengan memperbanyak formasi PPPK di Bawaslu. Bagja khawatir jika pihaknya tetap menggaji 7.000 pegawai honorer setelah 28 November 2023 maka penggunaan anggaran tersebut akan menjadi temuan Badan Pemerika Keuangan (BPK). Karena hal tersebut sudah tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP).
Untuk diketahui, UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menyatakan ASN hanya ada dua jenis, yaitu PNS dan PPPK. Pemerintah kemudian membuat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49/2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Dalam PP tersebut, pegawai honorer yang telah lima tahun bekerja dapat diangkat menjadi PPPK sejak kebijakan itu di undangkan.